KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat dan Hidayahnya
dan kami ucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu Guru yang telah membimbing kami sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Harapan kami
semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan wawasan bagi kita.
Kami menyadari bahwa
laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh kerena itu kami harapkan kritik dan
saran untuk memperbaiki makalah ini.
Jatilawang,1 November 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Latar belakang
penyusunan laporan ini kami buat untuk menyelesaikan dan untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Guru Mata Pelajaran Sejarah, serta untuk menambah wawasan
tentang Kerajaan
Majapahit. Kami memilih Kerajaan Majapahit sebagai obyek untuk membuat laporan
ini. Alasan kami memilih judul Kerajaan Majapahit sebagai berikut :
1.
Kerajaan Majapahit sudah terkenal dan sudah dikenali
oleh masyarakat
2.
Di Kerajaan Majapahit ada berbagai aspek kehidupan
antara lain: kehidupan politik,sosial budaya,ekonomi,dan agama
3.
Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan
terbesar di pulau Jawa
4.
Banyak raja-raja yang sempat memerintah Kerajaan
Majapahit.
B. Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana Kondisi
geografis Kerajaan Majapahit?
2. Bagaimana Keadaan Kehidupan Politik pada
masa Kerajaan Majapahit?
3.
Bagaimana Keadaan Kehidupan Ekonomi pada masa Kerajaan Majapahit?
4. Bagaimana Keadaan Kehidupan Agama pada
masa Kerajaan Majapahit?
5.
Bagaimana Keadaan Kehidupan Sosial budaya pada masa Kerajaan Majapahit?
6. Kapan
masa Berakhirnya Kerajaan Majapahit?
C.
Tujuan.
Tujuan
pembuatan laporan ini adalah selain
sebagai bahan untuk memperoleh nilai, juga sebagai bahan untuk memberi tambahan
pengetahuan kepada kita semua mengenai sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit
serta kehidupan politik, sosial budaya, ekonomi, dan agama pada masa Kerajaan Majapahit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi
Geografis
Kondisi geografis kerajaan Majapahit terletak di tanah yang subur yang
tidak lepas dari keberadaan sungai Brantas. Sungai Brantas memiliki peranan
yang penting dalam peerkembangan kerajaan Majapahit yaitu, Sungai Brantas telah
memberikan kesuburan tanah dan irigasi lahan pertanian yang baik menjadikan
masyarakat Majapahit menikmati swasembada beras. Sungai Brantas juga menjadi
sarana transportasi dan jalur perdagangan yang penting bagi perekonomian
majapahit. Sungai ini menghubungkan wilayah pedalaman dan pesisir majapahit.
B. Kehidupan Politik
1)
Raden Wijaya.
Berdirinya
Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari runtuh setelah salah satu raja
vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan pemberontakan. Kerajaan Majapahit
didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Singasari
terakhir yaitu Kertanegara. Raden Wijaya beserta istri dan
pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari diserang Jayakatwang.
Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan
meminta perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja.
Berkat Aryawiraraja juga, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang,
bahkan Raden Wijaya sendiri diberi tanah di hutan Tarik dekat
Mojokerto yang kemudian daerah itu dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan
Majapahit.
Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari
saat yang tepat untuk menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia
mencoba mencari dukungan kekuatan dari raja-raja yang masih setia pada
Singasari atau raja yang kurang senang pada Jayakatwang. Kesempatan
untuk menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara Mongol
mendarat di Jawa untuk menyerang Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan
oleh Raden Wijaya dengan cara memperalat mereka untuk menyerang Jayakatwang.
Raden Wijaya bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan berhasil
mengalahkan pasukan Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil
ditangkap dan lalu dibunuh oleh pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan
serangan balik terhadap pasukan Kubhilai Khan. Raden Wijaya berhasil
memukul mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga mereka terpaksa
menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir pasukan Kubhilai
Khan, Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit pada tahun 1293 M
dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat
putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai
seorang putra yang bernama Jayanegara. Sedangkan dari Gayatri, ia
mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi
Maharajasa.
Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan
kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada
saja yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menimbulkan
pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya meninggal
dunia dan didarmakan di Antahpura, dekat Blitar. Setelah Raden Wijaya
meninggal dunia, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Jayanegara dengan
gelar Sri Jayanegara.
2)
Jayanegera.
Pada masa pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan
pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309),
Lembu Sora (1311), Juru Demung dan Gajah Biru (1314),
Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena
Kuti berhasil menduduki ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara
terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea. Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada.
Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti
berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha
(Kediri).
Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna
Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di Sila Petak dan Bubat. Jayanegara
tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh adik perempuannya
yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit
dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu Wardhani.
3)
Tribhuanatunggadewi
Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun
1331. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai
penghargaan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih di
Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah
yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan
Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran,
Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali
pada tahun 1334, kemudian Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatra,
dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka. Seperti yang tercantum dalam kitab
Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat luas, yakni
meliputi daerah hampir seluas wilayah Republik Indonesia sekarang.
Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh dua tahun.
Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh
putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra mahkota Hayam
Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara dan
ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
4)
Hayam Wuruk
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk. Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat
itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah Palapa berhasil diwujudkan.
Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun
1357 dengan terjadinya peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan
Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi putri Dyah
Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka dan ayahnya beserta para pembesar
Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat.
Di sana terjadi perselisihan antara Gajah Mada yang menghendaki agar
putri itu dipersembahkan oleh raja Pajajaran kepada raja Majapahit. Para
pembesar Kerajaan Pajajaran tidak setuju, akhirnya terjadilah peperangan di
Bubat yang menyebabkan semua rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan
kehilangan yang sangat besar bagi Majapahit. Kemudian pada tahun 1389 Raja Hayam
Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab surutnya
kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang berkembang
menjadi perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki
oleh Wikramawardhana. Ia adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah
dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia memerintah Kerajaan
Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya
raja-raja yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:
1.
Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;
2.
Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;
3.
Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
4.
Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
5.
Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
6.
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka (1478 M) dijelaskan dalam
Chandra Sengkala yang berbunyi, “Sirna ilang Kertaning-Bhumi” dengan
adanya peristiwa perang saudara antara Dyah Ranawijaya dengan Bhre
Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit disebabkan karena serangan dari
Kerajaan Islam Demak.
C. Kehidupan Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris
dan juga sebagai negara maritim. Kedudukan sebagai negara agraris tampak dari
letaknya di pedalaman dan dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai negara maritim
tampak dari kesanggupan angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh
Majapahit di seluruh nusantara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat
Majapahit menitikberatkan pada bidang pertanian dan pelayaran.
Udara di Jawa panas sepanjang tahun.
Panen padi terjadi dua kali dalam setahun, butir berasnya amat halus. Terdapat
pula wijen putih, kacang hijau, rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum.
Buah-buahan banyak jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya,
durian, manggis, langsa, dan semangka. Sayur mayur berlimpah macamnya. Jenis
binatang juga banyak.
Untuk membantu pengairan pertanian
yang teratur, pemerintah Majapahit membangun dua buah bendungan, yaitu Bendungan
Jiwu untuk persawahan dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi
daerah hilir.
Majapahit memiliki mata uang sendiri
yang bernama gobog. Gobog merupakan uang logam yang terbuat dari
campuran perak, timah hitam, timah putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan
lubang di tengahnya.
Dalam transaksi perdagangan, selain
menggunakan mata uang gobog, penduduk Majapahit juga menggunakan uang kepeng
dari berbagai dinasti. Menurut catatan Wang Ta-yuan seorang pedagang
dari Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan
burung kakak tua. Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak,
sutra, barang keramik, dan barang dari besi.
Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas
lapisan-lapisan masyarakat yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di
Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan
catur warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.
Pola
ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria,
waisya, dan sudra. Namun terdapat pula golongan yang berada di
luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang
merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.
Brahmana
(kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam dharma, yaitu: mengajar;
belajar; melakukan persajian untuk diri sendiri dan orang lain; membagi dan
menerima derma (sedekah) untuk mencapai kesempurnaan hidup; dan bersatu dengan
Brahman (Tuhan). Mereka juga mempunyai pengaruh di dalam pemerintahan, yang
berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua orang pendeta tinggi, yaitu
pendeta dari agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa) dan agama Buddha (Buddhadarmadyaksa).
Saiwadyaksa mengepalai tempat suci (pahyangan) dan tempat pemukiman empu
(kalagyan). Buddhadyaksa mengepalai tempat sembahyang (kuti) dan
bihara (wihara). Menteri berhaji mengepalai para ulama (karesyan)
dan para pertapa (tapaswi).
Semua
rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji.
Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu: mandala,
dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria
merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan terdahulu, yang
mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan. Keluarga raja dapat dikatakan
merupakan keturunan dari kerajaan Singasari-Majapahit yang dapat dilihat dari
silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga kerabat raja tersebar ke seluruh
pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem poligami secara meluas yang
disebut sebagai wargahaji atau sakaparek. Semua anggota keluarga
raja masing-masing diberi nama atas gelar, umur, dan fungsi mereka di dalam
masyarakat. Pemberian nama pribadi dan nama gelar terhadap para putri dan putra
raja didasarkan atas nama daerah kerajaan yang akan mereka kuasai sebagai wakil
raja.
Waisya
merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan. Mereka
bekerja sebagai pedagang, peminjam uang, penggara sawah, dan beternak.
Kemudian
kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaum sudra yang mempunyai
kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi, terutama pada golongan
brahmana.
Golongan
terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering disebut sebagai pancama
(warna kelima), yaitu:
1.
Candala merupakan anak dari perkawinan campuran antara laki-laki
(golongan sudra) dengan wanita (dari ketiga golongan lainnya: brahmana, waisya,
dan waisya). Sehingga sang anak mempunyai status yang lebih rendah dari
ayahnya.
2.
Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa memandang bahasa dan
warna kulit, yaitu para pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam,
dll.) yang tidak menganut agama Hindu.
3.
Tuccha ialah golongan yang merugikan masyarakat, salah satu contohnya adalah
para penjahat. Ketika mereka diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat
menjatuhi hukuman mati kepada pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah
orang, meracuni sesama, mananung, mengamuk, merusak, dan memfitnah kehormatan
perempuan.
Dari aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit,
wanita mempunyai status yang lebih rendah dari para lelaki. Hal ini terlihat
pada kewajiban mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para suami mereka
saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain mengurusi
dapur rumah tangga mereka. Dalam undang-undang Majapahit pun para wanita yang
sudah menikah tidak boleh bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan sebaliknya.
Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas antara kaum pria dan
wanita.
D. Kehidupan agama
Pada masa
Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan Buddha. Kedua
umat beragama itu memiliki toleransi yang besar sehingga tercipta kerukunan
umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk beragama Syiwa, sedangkan Gajah
Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama dengan baik.
Rakyat ikut
meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua agama itu
merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa–Buddha. Hal itu ditegaskan
lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu
kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan
keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut Dharmmaddhyaksa.
Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring Kasaiwan untuk urusan
agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring Kasogatan untuk urusan agama
Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut
dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal ada
tujuh orang yang disebut sang upatti sapta. Di samping sebagai pejabat
keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan atau pujangga.
Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang Dharmmaddhyaksa dan juga
seorang pujangga besar dengan kitabnya Negarakertagama.
Untuk
keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan pembangunan candi-candi.
Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama seni sastra.
Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman awal Majapahit, antara lain
sebagai berikut:
1.
Kitab
Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Isinya menceritakan hal-hal
sebagai berikut:
§ Sejarah
raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.
§ Keadaan kota
Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
§ Kisah
perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di
Jawa Timur beserta daftar candi-candi
yang ada.
§ Kehidupan
keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya upacara Srrada
untuk menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian raja.
2.
Kitab
Sutasoma karangan Empu
Tantular. Kitab tersebut berisi riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang
menjadi pendeta Buddha.
3.
Kitab
Arjunawijaya karangan Empu
Tantular. Kitab tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil
ditundukkan oleh Raja Arjunasasrabahu.
4.
Kitab
Kunjarakarna dan Parthayajna,
tidak jelas siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna
yang ingin menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah
bermain dadu dengan Kurawa.
Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada
zaman akhir Majapahit antara lain, sebagai berikut:
1.
Kitab
Pararaton, isinya
menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
2.
Kitab
Sudayana, isinya tentang
Peristiwa Bubat.
3.
Kitab
Sorandakan, isinya
tentang pemberontakan Sora.
4.
Kitab
Ranggalawe, isinya
tentang pemberontakan Ranggalawe.
5.
Kitab
Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja Majapahit.
6.
Kitab Usana
Jawa, isinya
tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
7.
Kitab Tantu
Panggelaran, tentang
pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang
pesat. Bermacam-macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat
dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi Surawana, Candi
Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.
E. Runtuhnya/Berakhirnya
Kerajaan Majapahit.
Kemunduran
Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam
Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada.
Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada
memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah Hayam
Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami kemunduran.
Beberapa
faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut:
1)
Tidak ada
lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah
setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal.
2)
Struktur
pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat pada masa modern
dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah memudahkan wilayah-wilayah
jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa di pusat pemerintahan
sedang kosong kekuasaan.
3)
Terjadinya
perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401
– 1406) yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan
Majapahit. Bhre Wirabhumi diberi kekuasaan di wilayah Blambangan.
Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre
Wirabhumi dikenal sebagai Minakjingga yang dikalahkan oleh Raden
Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara, terjadi juga usaha
memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana dari Kediri (1478).
4)
Masuknya
agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru
yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk
Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari hasil
laporan di atas dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan
bercorak Hindu terbesar di Pulau Jawa. Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun
1293 M. Kerajaan ini berdiri di hutan Tarik dekat
Mojokerto.
Adapun raja-raja yang sempat memerintah di Kerajaan Majapahit antara lain:
1.
Raden Wijaya
(1292-1309) M
2.
Jayanegara
(1309-1328) M
3.
Tribhuanatunggadewi
(1328-1350) M
4.
Hayam Wuruk
(1350-1389) M
5.
Wikramawardhana
(1389-1429) M
6.
Suhita
(1429-1447) M
7.
Kertawijaya (1448-1451) M
8.
Sri Rajasawardhana (1451-1453) M
9.
Girindrawardhana (1456-1466) M
10. Sri Singhawikramawardhana (1466-1474) M
11. Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (1474-1478) M
Di dalam laporan ini juga dijelaskan tentang beberapa
aspek kehidupan yang mengalami perkembangan dalam kerajaan Majapahit, antara
lain:
1.
Aspek kondisi geografis
2. Aspek
politik dan pemerintahan
3. Aspek sosial
dan budaya.
4.
Aspek ekonomi dan mata pencaharian
5. Aspek agama
B.
Saran.
Semoga apa
yang dipaparkan di dalam laporan kami dapat dipahami dan dipelajari oleh Bapak/Ibu guru dan teman teman semua. Selain
itu, dengan laporan ini semoga kita dapat mengetahui sejarah-sejarah kerajaan
Hindu-Buddha terutama Kerajaan Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar